Problematika Bangsa dan Solusinya


Berawal dari amanah Pembukaan Undang - Undang Dasar 1945, tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia, adalah:
• Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
• Memajukan kesejahteraan umum
• Mencerdaskan kehidupan bangsa
• Ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Tujuan negara ini sungguh mulia, melalui pendiri bangsa (founding fathers) bertekad agar penerus bangsa memperoleh kesejahteraan atau tidak miskin, aman atau tidak berpecah-belah, dihargai bangsa lain atau tidak dijajah, serta madani atau berperadaban.
Mari kita mundur mencermati sejarah. Dimulai dari era proklamasi, bicara pembangunan untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa belum dapat sepenuhnya dilakukan. Ada hikmah di periode ini, yaitu bangsa Indonesia berhasil menerapkan semangat persatuan Indonesia sebagai landasan perjuangan. Pada periode pasca pengakuan kedaulatan, bangsa Indonesia mengalami masalah politik pecah-belah (devide et impera) yang dilakukan oleh kaki tangan bekas kolonial Belanda.
Sejak tahun 1950 hingga 1959 bangsa Indonesia mengisi kemerdekaaan dengan pembangunan kebangsaan dan semangat nasionalisme. Di masa ini perekonomian, masih diwarnai oleh kegiatan ekonomi tradisional dan sangat tergantung dengan aktivitas pertanian. Pembangunan belum dapat berjalan dengan komprehensif, karena pemerintahan yang silih berganti. Hikmah yang menonjol di periode ini adalah bangsa Indonesia belajar memahami nilai-nilai demokrasi dan persatuan.
Periode 1960-1966, pembangunan diwarnai oleh perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia di kawasan Asia dan Afrika. Peranan bangsa disegani dan dihormati oleh bangsa-bangsa lain di dunia. Sayangnya, potensi itu belum membawa manfaat secara optimal bagi peningkatan kesejahteraan umum. Hikmah di periode ini adalah ujian mempertahankan persatuan Indonesia khususnya dan mempertahankan Pancasila umumnya.
Indonesia melaksanakan pembangunan dalam arti yang sesungguhnya sejak tahun 1969 hingga 1997—sepanjang 28 tahun. Pembangunan secara umum diarahkan guna meningkatkan kesinambungan pembangunan. Pembangunan demikian diarahkan untuk memupuskan kesenjanjangan dan mewujudkan kesejahteraan rakyat. Arah pembangunan ini membuahkan hasil yang cukup baik pada sisi pertumbuhan ekonomi, yang didorong oleh sisi konsumsi dan perdagangan luar negeri. Namun, pada sisi distribusi/pemerataan, ternyata belum berjalan dengan baik, sehingga kesenjangan sosial ekonomi masih bisa dijumpai pada beberapa faktor. Oleh karena itu, kesejahteraan umum pun masih belum sepenuhnya tercapai.
Sementara itu, kesinambungan pembangunan pun tidak dapat terpenuhi, sehingga Indonesia tidak mempunyai fondasi yang kokoh dalam menjaga tujuan bernegara. Akibatnya, di periode ini mengalami goncangan moneter di pertengahan tahun 1997, dan dijuluki periode ketidakmampuan bangsa Indonesia dalam menghadapi tantangan internal.
Tantangan itu berupa kesenjangan sosial ekonomi dan ketidakadilan yang kronis, ketidakmampuan dalam mengelola perkembangan arus globalisasi dan implikasinya terhadap kondisi makro di dalam negeri. Hikmah utama periode ini adalah sistem pemerintahan yang ditopang oleh persatuan Indonesia, memperkukuh penyelenggaraan pembangunan nasional untuk mewujudkan tujuan negara.
Lima tahun setelah periode ini, yaitu tahun 1998 – 2004, bangsa Indonesia menghadapi tantangan pembangunan warisan periode sebelumnya: kesenjangan dan ketidakadilan. Kondisi kesenjangan masih ditemukan di sektor sosial ekonomi secara bersamaan. Kesenjangan ini memicu suramnya kesejahteraan rakyat, diperparah dengan administrasi negara yang mengalami ketidakefisienan dalam mengelola pembangunan dan pelayanan publik. Dunia usaha kehilangan kesempatan untuk mengelola potensi usaha. Masyarakat kehilangan inisiatif dan kreativitas untuk menjadi pemeran utama pembangunan.
Ketidakadilan ditandai oleh adanya standar yang berbeda bagi sejumlah kelompok warga negara dalam pembangunan, penegakan hukum dan peran politik turut memberikan kontribusi memburuknya kesejahteraan bangsa. Akibat yang mendalam adalah potensi dan kekuatan bangsa Indonesia tidak mampu bersinergi secara baik.
Periode 2004 hingga sekarang, Negara Indonesia, dengan sistem politik yang semakin demokratis, diharapkan mampu menyaring pemimpin-pemimpin yang berkualitas dan memiliki integritas, moral tinggi, cerdas, sehat, terbuka, luwes, bertanggung jawab, dan loyal dalam pengabdiannya kepada bangsa.
Sistem politik yang demokratis dituangkan dalam konstitusi, termasuk pemilihan kepemimpinan secara Nasional, regional maupun lokal, yang telah menitikberatkan rakyat sebagai pemegang kedaulatan. Dengan cara ini diharapkan akan melahirkan pemimpin dengan misi membangun bangsa yang kuat dan modern dan bermartabat.
Sejarah panjang bangsa ini dalam membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) penuh dengan tantangan dan hambatan serta pengorbanan. Tantangan itu bisa muncul dari luar, yaitu upaya-upaya pihak asing melakukan intervensinya terhadap independensi Indonesia maupun melakukan penjajahan ala modernisasi dengan maksud setidak-tidaknya, mengalami ketergantungan kepada mereka (negara luar).
Lain lagi strategi pengrusakan tradisi dan budaya bangsa. Paham modernisasi yang berlebihan, kapitalis dan liberal yang ditanamkan dan disebarluaskan kepada kita, sehingga meruntuhkan pemikiran/paradigma kapital sosial. Begitu juga dari dalam, terjadi konflik horizontal dengan isu perbedaan pendapat dan SARA.
Aksi teroris yang mengatasnamakan sebuah misi penyelamatan dan penegakan kebenaran, yang menurut pandangan keliru, mencoreng citra bangsa. Praktek penggerogotan aset dan keuangan negara seolah dilakukan secara estafet. Penyelenggara negara seyogianya sebagai pelaku membangun bangsa malah menampilkan perilaku buruk dan tidak bermoral kepada rakyat, semisal perilaku korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), suap, hingga praktek asusila (prostitusi dan skandal perselingkuhan). Ironisnya, ditemukan aktor intelektual yang bermain di belakang layar, sebagai penyandang dana, pengatur rencana sampai kepada instruktur eksekusi dalam misi kejahatan yang melawan hukum merusak aset negara, hingga pada upaya menghilangkan nyawa orang lain.
Uraian di atas menunjukkan begitu kompleksnya masalah bangsa ini. Setiap bidang mengalami problem, yang beresiko terhadap kemajuan NKRI. Persoalan yang ada menunjukkan keterlibatan semua pihak sebagai pelaku masalah, baik itu penyelenggara pemerintah, pihak swasta—yang tidak peduli, dan masyarakat yang juga turut terkontaminasi suasana kurang sehat tersebut.
Meski kompleks, bukan berarti kita biarkan tanpa upaya perubahan. Upaya perubahan bangsa harus dilakukan dan menjadi harga mati, tentu dengan cara menggerakkan kekuatan bangsa Indonesia melalui:
1. Mendidik bangsa Indonesia menjadi bangsa yang mampu mengamalkan norma-norma agama dalam setiap segi kehidupan
2. Menjadikan bangsa Indonesia mempunyai nilai lebih serta menciptakan manusia Indonesia yang unggul dalam rangka memacu pemberdayaan masyarakat
3. Mendorong penciptaan sistem kelembagaan ekonomi, sistem kelembagaan politik, serta pemerintahan yang bersih yang didukung oleh penegakan hukum yang berkeadilan dan beradab
4. Mengembangkan kapasitas ekonomi bangsa dan menyelenggarakan upaya penanggulangan kemiskinan.
Peningkatan kualitas manusia Indonesia
Peningkatan kualitas manusia Indonesia adalah mendidik bangsa Indonesia menjadi bangsa yang mampu mengamalkan norma-norma agama dalam segi kehidupan dan menjadikan bangsa Indonesia memiliki nilai lebih, serta menciptakan manusia Indonesia yang unggul dalam rangka memacu pemberdayaan bangsa.
Penguatan kelembagaan pembangunan bangsa
Penguatan kelembagaan pembangunan bangsa adalah mendorong penciptaan sistem kelembagaan ekonomi serta sistem kelembagaan politik dan pemerintahan yang bersih, efisien dan efektif.
Penguatan ekonomi rakyat
Penguatan ekonomi rakyat adalah peningkatan kapasitas ekonomi bangsa dan menyelenggarakan penanggulangan kemiskinan serta kesenjangan sosial. Menguatkan perekonomian rakyat pada dasarnya meningkatkan economic capital sebagi efek peningkatan taraf hidup, meningkatkan human capital sebagai efek pelayanan publik serta pendidikan. Meningkatkan sosial capital sebagai efek peningkatan kesejahteraan serta memperkuat pembangunan bangsa (nation building).
Usaha merealisasikan hal di atas mengandung makna setiap individu dalam kapasitas pemain usaha mikro, kecil, menengah dapat menerima kesempatan yang sama untuk berusaha, sehingga dapat menciptakan kesempatan kerja bagi dirinya dan/atau bagi orang lain. Kunci sukses menggerakkan potensi ini adalah modal yang bersumber dari dana masyarakat yang dihimpun oleh perbankan, dana bersubsidi yang disalurkan oleh pemerintah dan dana investasi.
Menanggulangi kemiskinan
Pelaksanaan penanggulangan kemiskinan dimaksudkan sebagai upaya meningkatkan dan pemerataan pendapatan bagi rakyat miskin di Indonesia. Pelaksanaannya dilakukan melalui kerjasama dengan semua sektor, yaitu sektor usaha, perbankan, masyarakat dan dimotori oleh pemerintah.
Penanggulangan kemiskinan lebih efektif dilakukan melalui peningkatan program pemberdayaan masyarakat di seluruh bidang pembangunan, karena pemberdayaan merupakan solusi alternatif penanggulangan kemiskinan di Indonesia. Di samping bersifat berkelanjutan, pola ini melibatkan seluruh pihak, masyarakat, sektor usaha, dan pemerintah, dan efektif serta efesien. Pemberdayaan masyarakat juga merupakan upaya pemerintah mengembalikan nilai nilai kemanusiaan yang mulai luntur dan meningkatkan pelaksanaan good governance. (Rahdiansyah Pane, Asisten Kota Infrastruktur Kota Padangsidimpuan-Sibolga, OC-1 Prov. Sumut, PNPM Mandiri Perkotaan; Firstavina)

dentitas Nasional Indonesia
oleh: permen Pengarang : Esther Antonia
• Summary rating: 2 stars (772 Tinjauan)
• Kunjungan : 67509
• kata:600

More About : identitas nasional

ª


Selama ini masyarakat Indonesia masih bingung dengan identitas bangsanya. Agar dapat memahaminya, pertama-tama harus dipahami terlebih dulu arti Identitas Nasional Indonesia. Identitas berarti ciri-ciri, sifat-sifat khas yang melekat pada suatu hal sehingga menunjukkan suatu keunikkannya serta membedakannya dengan hal-hal lain. Nasional berasal dari kata nasion yang memiliki arti bangsa, menunjukkan kesatuan komunitas sosio-kultural tertentu yang memiliki semangat, cita-cita, tujuan serta ideologi bersama. Jadi, yang dimaksud dengan Identitas Nasional Indonesia adalah ciri-ciri atau sifat-sifat khas bangsa Indonesia yang membedakannya dengan bangsa-bangsa lain di dunia.Uraiannya mencakup :1.identitas manusia Manusia merupakan makhluk yang multidimensional, paradoksal dan monopluralistik. Keadaan manusia yang multidimensional, paradoksal dan sekaligus monopluralistik tersebut akan mempengaruhi eksistensinya. Eksistensi manusia selain dipengaruhi keadaan tersebut juga dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dianutnya atau pedoman hidupnya. Pada akhirnya yang menentukan identitas manusia baik secara individu maupun kolektif adalah perpaduan antara keunikan-keunikan yang ada pada dirinya dengan implementasi nilai-nilai yang dianutnya.2.identitas nasionalIdentitas nasional Indonesia bersifat pluralistik (ada keanekaragaman) baik menyangkut sosiokultural atau religiositas. - Identitas fundamental/ ideal = Pancasila yang merupakan falsafah bangsa.- Identitas instrumental = identitas sebagai alat untuk menciptakan Indonesia yang dicita-citakan. Alatnya berupa UUD 1945, lambang negara, bahasa Indonesia, dan lagu kebangsaan.- Identitas religiusitas = Indonesia pluralistik dalam agama dan kepercayaan.- Identitas sosiokultural = Indonesia pluralistik dalam suku dan budaya.- Identitas alamiah = Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia.3.Nasionalisme IndonesiaNasionalime merupakan situasi kejiwaan dimana kesetiaan seseorang secara total diabdikan langsung kepada negara bangsa.
Nasionalisme sangat efektif sebagai alat merebut kemerdekaan dari kolonial. Nasionalisme menurut Soekarno adalah bukan yang berwatak chauvinisme, bersifat toleran, bercorak ketimuran, hendaknya dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila.4. Integratis NasionalMenurut Mahfud M.D integrai nasional adalah pernyataan bagian-bagian yang berbeda dari suatu masayarakat menjadi suatu keseluruhan yang lebih untuh , secara sederhana memadukan masyarakat-masyarakat kecil yang banyak jumlahnya menjadi suatu bangsa. Untuk mewujudkan integrasi nasional diperlukan keadilan, kebijaksanaan yang diterapkan oleh pemerintah dengan tidak membersakan SAR. Ini perlu dikembangkan karena pada hakekatnya integrasi nasional menunjukkan tingkat kuatnya kesatuan dan persatuan bangsa.KesimpulanIdentitas Nasional Indonesia adalah sifat-sifat khas bangsa Indonesia yang membedakannya dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Indonesia terdiri dari berbagai macam suku bangsa, agama dan pulau-pulau yang dipisahkan oleh lautan. Oleh karena itu, nilai-nilai yang dianut masyarakatnya pun berbeda-beda. Nilai-nilai tersebut kemudian disatupadukan dan diselaraskan dalam Pancasila. Nilai-nilai ini penting karena merekalah yang mempengaruhi identitas bangsa. Oleh sebab itu, nasionalisme dan integrasi nasional sangat penting untuk ditekankan pada diri setiap warga Indonesia agar bangsa Indonesia tidak kehilangan identitas.

Sumber: http://id.shvoong.com/social-sciences/1747413-identitas-nasional-indonesia/#ixzz1upjRD3lM

IDENTITAS NASIONAL INDONESIA
Identitas berarti ciri-ciri, sifat-sifat khas yang melekat pada suatu hal sehingga menunjukkan suatu keunikkannya serta membedakannya dengan hal-hal lain. Nasional berasal dari kata nasion yang memiliki arti bangsa, menunjukkan kesatuan komunitas sosio-kultural tertentu yang memiliki semangat, cita-cita, tujuan serta ideologi bersama.Jadi, Identitas Nasional Indonesia adalah ciri-ciri atau sifat-sifat khas bangsa Indonesia yang membedakannya dengan bangsa-bangsa lain di dunia. dentitas Nasional Indonesia meliputi segenap yang dimiliki bangsa Indonesia yang membedakannya dengan bangsa lain seperti kondisi geografis, sumber kekayaan alam Indonesia, demografi atau kependudukan Indonesia, ideolgi dan agama, politik negara, ekonomi, dan pertahanan keamanan.
Selama ini masyarakat Indonesia masih bingung dengan identitas bangsanya. Agar dapat memahaminya, pertama-tama harus dipahami terlebih dulu arti Identitas Nasional Indonesia. Moto nasional Indonesia adalah “Bhinneka Tunggal” atau “kesatuan dalam keragaman”. Hal ini diciptakan oleh para pemimpin Republik yang baru diproklamasikan pada tahun 1945 dan tantangan politik adalah sebagai benar mencerminkan hari ini seperti yang lebih dari 50 tahun yang lalu. Karena meskipun setengah abad menjadi bagian dari Indonesia yang merdeka telah menimbulkan perasaan yang kuat tentang identitas nasional di lebih dari 13.000 pulau-pulau yang membentuk kepulauan, banyak kekuatan lain yang masih menarik negara terpisah. Deklarasi kemerdekaan mengikuti proses yang lambat penjajahan Belanda yang dimulai pada abad ke-17 dengan penciptaan VOC Belanda.
Saat itu rempah-rempah yang menarik para pedagang Eropa untuk koleksi pulau-pulau kecil di tempat yang sekarang Eastern Indonesia. Belanda memonopoli perdagangan dan dari sana memperluas pengaruh mereka – terutama melalui pemerintahan tidak langsung – di koleksi kesultanan dan kerajaan yang independen yang membentuk daerah itu. Kesatuan politik di bawah Belanda hanya dicapai pada awal abad ini, meninggalkan identitas regional yang kuat utuh.
Menghadapi identitas nasional
Bangsa Indonesia sendiri masih kesulitan dalam menghadapi masalah bagaimana untuk menyatukan negara yang mempunyai lebih dari 250 kelompok etnis, yang memiliki pengalaman dari Belanda bervariasi dari satu wilayah ke wilayah lainnya.
Sukarno, yang menjadi presiden pertama dari Republik, adalah seorang nasionalis tertinggi. Dialah yang menciptakan ideologi nasional Indonesia Pancasila dirancang untuk mempromosikan toleransi di antara berbagai agama dan kelompok-kelompok ideologis. Penyebaran bahasa nasional – Bahasa Indonesia – juga membantu menyatukan multi-bahasa penduduk.
Like this:
Suka
Be the first to like this post.
undefined
undefined
Identitas Nasional
Pengertian Identitas Nasional
Identitas Nasional pada hakikatnya merupakan "manifestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dalam aspek kehidupan suatu nation (bangsa) dengan ciri-ciri khas, dan dengan ciri-ciri yang khas tadi suatu bangsa berbeda dengan bangsa lain dalam hldup dan kehidupannya".(Wibisono Koento : 2005) Kata identitas berasal dari bahasa Inggris identity yang memiliki pengertian harfiah ciri-ciri, tanda-tanda, atau jati diri yang melekat pada seseorang atau sesuatu yang membedakannya dengan yang lain. Dalam terminologi antropologi, identitas adalah sifat khas yang menerangkan dan sesuai dengan kesadaran diri pribadi sendiri, golongan sendiri, kelompok sendiri, komunitas sendiri, atau negara sendiri. Mengacu pada pengertian ini identitas tidak terbatas pada individu semata, tetapi berlaku pula pada suatu kelompok. Adapun kata nasional merupakan identitas yang melekat pada kelompok-kelompok yang lebih besar yang diikat oleh kesamaan-kesamaan, baik fisik, seperti budaya, agama, dan bahasa, maupun nonfisik, seperti keinginan, cita-cita, dan tujuan. Himpunan kelompok-kelompok inilah yang disebut dengan istilah identitas bangsa atau identitas nasional yang pada akhirnya melahirkan tindakan kelompok (colective action) yang diwujudkan dalam bentuk organisasi atau pergerakan-pergerakan yang diberi atribut-atribut nasional. Kata nasional sendiri tidak bisa dipisahkan dari kemunculan konsep nasionalisme. Bila dilihat dalam konteks Indonesia maka Identitas Nasional itu merupakan manifestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dalam berbagai aspek kehidupan dari ratusan suku yang "dihimpun" dalam satu kesatuan Indonesia menjadi kebudayaan nasional dengan acuan Pancasila dan roh "Bhinneka Tunggal Ika" sebagai dasar dan arah pengembangannya. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa hakikat Identitas Nasional kita sebagai bangsa di dalam hidup dan kehidupan berbangsa dan bernegara adalah Pancasila yang aktualisasinya tercermin dalam penataan kehidupan dalam arti luas. Misalnya, dalam aturan perundang-undangan atau hukum, sistem pemerintahan yang diharapkan, serta dalam nilai-nilai etik dan moral yang secara normatif diterapkan di dalam pergaulan, baik dalam tataran nasional maupun internasional, dan sebagainya. Nilai-nilai budaya yang tercermin di dalam Identitas Nasional tersebut bukanlah barang jadi yang sudah selesai dalam kebekuan normatif dan dogmatis, melainkan sesuatu yang "terbuka" yang cenderung terus-menerus bersemi karena hasrat menuju kemajuan yang dimiliki oleh masyarakat pendukungnya. Konsekuensi dan implikasinya adalah bahwa Identitas Nasional adalah sesuatu yang terbuka untuk ditafsirkan dengan diberi makna baru agar tetap relevan dan fungsional dalam kondisi aktual yang berkembang dalam masyarakat.

Unsur - Unsur Identitas Nasional
Identitas Nasional Indonesia merujuk pada suatu bangsa yang majemuk. Ke-majemukan itu merupakan gabungan dari unsur-unsur pembentuk identitas, yaitu suku bangsa, agama, kebudayaan, dan bahasa.
• Suku Bangsa: adalah golongan sosial yang khusus yang bersifat askriptif (ada sejak lahir), yang sama coraknya dengan golongan umur dan jenis kelamin. Di Indonesia terdapat banyak sekali suku bangsa atau kclompok etnis dengan tidak kurang 300 dialek bahasa.
• Agama: bangsa Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang agamis. Agama-agama yang tumbuh dan berkembang di Nusantara adalah agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Kong Hu Cu. Agama Kong Hu Cu pada masa Orde Baru tidak diakui sebagai agama resmi negara, tetapi sejak pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, istilah agama resmi negara dihapuskan.
• Kebudayaan: adalah pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang isinya adalah perangkat-perangkat atau model-model pengetahuan yang secara kolektif digunakan oleh pendukung-pendukungnya untuk menafsirkan dan memahami lingkungan yang dihadapi dan digunakan sebagai rujukan atau pedoman untuk bertindak (dalam bentuk kelakuan dan benda-benda kebudayaan) sesuai dengan lingkungan yang dihadapi.
• Bahasa: merupakan unsur pendukung identitas nasional yang lain. Bahasa dipahami sebagai sistem perlambang yang secara arbitrer dibentuk atas unsur-unsur bunyi ucapan manusia dan yang digunakan sebagai sarana berinteraksi antar manusia.
Dari unsur-unsur identitas Nasional tersebut dapat dirumuskan pembagiannya menjadi 3 bagian sebagai berikut
1) Identitas Fundamental, yaitu Pancasila yang merupakan Falsafah Bangsa, Dasar Negara, dan ldeologi Negara.
2) Identitas Instrumental, yang berisi UUD 1945 dan Tata Perundangannya, Bahasa Indonesia, Lambang Negara, Bendera Negara, Lagu Kebangsaan "Indonesia Raya".
3) Identitas Alamiah yang meliputi Negara Kepulauan (archipelago) dan pluralisme dalam suku, bahasa, budaya, serta agama dan kepercayaan (agama).

Keterkaitan Globalisasi dengan Identitas Nasional
Globalisasi diartikan sebagai suatu era atau zaman yang ditandai dengan perubahan tatanan kehidupan dunia akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi informasi sehingga interaksi manusia nienjadi sempit, serta seolah-olah dunia tanpa ruang. Era Globalisasi dapat berpengaruh terhadap nilai-nilai budaya bangsa Indonesia. Era Globalisasi tersebut mau tidak mau, suka tidak suka telah datang dan menggeser nilai-nilai yang telah ada. Nilai-nilai tersebut, ada yang bersifat positif ada pula yang bersifat negatif. Semua ini merupakan ancaman, tantangan, dan sekaligus sebagai peluang bagi bangsa Indonesia untuk berkreasi dan berinovasi di segala aspek kehidupan. Di era globalisasi, pergaulan antarbangsa semakin ketat. Batas antarnegara hampir tidak ada artinya, batas wilayah tidak lagi menjadi penghalang. Di dalam pergaulan antarbangsa yang semakin kental itu, akan terjadi proses akulturasi, saling meniru, dan saling mempengaruhi di antara budaya masing-masing. Adapun yang perlu dicermati dari proses akulturasi tersebut, apakah dapat melunturkan tata nilai yang merupakan jati diri bangsa Indonesia?

Lunturnya tata nilai tersebut biasanya ditandai oleh dua faktor, yaitu:
1) semakin menonjolnya sikap individualistis, yaitu mengutamakan kepentingan pribadi di atas kepentingan umum, hal ini bertentangan dengan asas gotong-royong; serta
2) semakin menonjolnya sikap materialistis, yang berarti harkat dan martabat kemanusiaan hanya diukur dari hasil atau keberhasilan seseorang dalam memperoleh kekayaan. Hal ini bisa berakibat bagaimana cara memperolehnya menjadi tidak dipersoalkan lagi. Apabila hal ini terjadi, berarti etika dan moral telah dikesampingkan.
Arus informasi yang semakin pesat mengakibatkan akses masyarakat terhadap nilai-nilai asing yang negatif semakin besar. Apabila proses ini tidak segera dibendung, akan berakibat lebih sering ketika pada puncaknya masyarakat tidak bangga lagi pada bangsa dan negaranya.
Pengaruh negatif akibat proses akulturasi tersebut dapat merongrong nilai-nilai yang telah ada di dalam masyarakat. Jika semua ini tidak dapat dibendung, akan mengganggu ketahanan di segala aspek kehidupan, bahkan akan mengarah pada kredibilitas sebuah ideologi. Untuk membendung arus globalisasi yang sangat deras tersebut, harus diupayakan suatu kondisi (konsepsi) agar ketahanan nasional dapat terjaga, yaitu dengan cara membangun sebuah konsep nasionalisme kebangsaan yang mengarah kepada konsep Identitas Nasional.
Dengan adanya globalisasi, intensitas hubungan masyarakat antara satu negara dengan negara yang lain menjadi semakin tinggi. Dengan demikian, kecenderungan munculnya kejahatan yang bersifat transnasional semakin sering terjadi. Kejahatan-kejahatan tersebut, antara lain terkait dengan masalah narkotika, pencucian uang (money laundring), peredaran dokumen keimigrasian palsu, dan terorisme. Masalah-masalah tersebut berpengaruh terhadap nilai-nilai budaya bangsa yang selama ini dijunjung tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan semakin merajalelanya peredaran narkotika dan psikotropika sehingga sangat merusak kepribadian dan moral bangsa, khususnya bagi generasi penerus bangsa. Jika hal tersebut tidak dapat dibendung, akan mengganggu terhadap ketahanan nasional di segala aspek kehidupan, bahkan akan menyebabkan lunturnya nilai-nilai Identitas Nasional.
Identitas Nasional merupakan manifestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dalam berbagai aspek kehidupan dari ratusan suku yang "dihimpun" dalam satu kesatuan Indonesia menjadi kebudayaan nasional dengan acuan Pancasila dan roh "Bhinneka Tunggal Ika" sebagai dasar dan arah pengembangannya.
Unsur-unsur pembentuk Identitas Nasional adalah Suku bangsa, Agama, Kebudayaan, dan bahasa.

DEMOKRASI
1. Pengertian Demokrasi Secara Bahasa dan Lisan
Demokrasi merupakan bentuk pemerintahan politik yang kekuasaan pemerintahannya berasal dari rakyat, baik secara langsung atau melalui perwakilan. Istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani δημοκρατία –(dēmokratía) Kekuasaan Rakyat, yang dibentuk dari kata δῆμος (dêmos) Rakyat dan κράτος (Kratos) yang artinya adalah Kekuasaan. Menyusul adanya revolusi rakyat pada tahun 508 SM Pada pertengahan abad ke-5 dan ke-4 SM di negara kota Yunani Kuno (Athena) terbentuklah suatu sistem yang merujuk kepada manajemen kekuasaan yang di kenal sebagai Demokrasi. Meskipun tidak ada definisi, khusus diterima secara universal, arti demokrasi adalah kesetaraan, kebebasan memiliki dan memilih. Prinsip nya adalah demokrasi tercermin dalam semua warga negara tanpa terkecuali, adalah sama di depan hukum dan memiliki akses yang sama pula terhadap kekuasaan. Tidak ada pembatasan dapat diterapkan kepada siapapun yang ingin menjadi perwakilan, dan kebebasan warganya dijamin oleh hak dilegitimasi dan kebebasan yang pada umumnya dilindungi oleh konstitusi dan perundang-undangan yang berlaku di negara tersebut.
Berbicara mengenai demokrasi adalah memperbicara tentang kekuasaan, atau lebih tepatnya pengelolaan kekuasaan secara beradab. Sekali lagi Demokrasi sendiri ialahsistem manajemen kekuasaan yang dilandasi oleh nilai-nilai dan etika serta peradaban yang menghargai martabat dan derajat hidup manusia serta memahami secara benarhak-hak yang kita miliki, menjaga hak-hak itu agar siapapun menghormatinya, melawan siapapun yang berusaha melanggar hak-hak itu, dan di dalam sistem politik yang demokratis warga negara mempunyai hak, kesempatan dan suara yang sama di dalam mengatur pemerintahan di dunia publik. Sedang demokrasi adalah keputusan berdasarkan suara terbanyak. Di Indonesia, pergerakan nasional juga mencita-citakan pembentukan negara demokrasi yang berwatak anti-feodalisme dan anti-imperialisme, dengan maksud adalah membentuk masyarakat sosialis. Struktur demokrasi yang hidup dalam diri bangsa Indonesia adalah berdasarkan demokrasi asli yang berlaku di desa. Gambaran dari tulisan almarhum Moh. Hatta bahwa,”Di desa-desa sistem yang demokrasi masih kuat dan hidup sehat sebagai bagian adat istiadat yang hakiki.” Dasarnya adalah pemilikan tanah yang komunal yaitu setiap orang yang merasa bahwa ia harus bertindak berdasarkan persetujuan bersama, ini tidak lain dari pola-pola demokrasi tradisional yang dilambangkan oleh musyawarah dalam pencapaian keputusan dan gotong royong dalam pelaksanaan keputusan Prijono Tjiptoherijanto dan Yomiko M. Prijono, 1983 hal 17-19. Dari gambaran di atas, kami rasa hal ini pula yang menginspirasi Demokrasi Pancasila yang selalu menjadi acuan negara kita dalam menapaki kehidupan berbangsa dan bernegara.
Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang dihayati oleh bangsa dan negara Indonesia yang dijiwai dan diintegrasikan oleh nilai-nilai luhur Pancasila yang tidak mungkin terlepas dari rasa kekeluargaan. Akan tetapi yang menjadi pandangan kita sekarang. Mengapa negara ini seperti mengalami sebuah kesulitan besar dalam melahirkan demokrasi. Banyak para ahli berpendapat bahwa demokrasi pancasila itu merupakan salah satu demokrasi yang mampu menjawab tantangan jaman karena semua kehidupan berkaitan erat dengan nilai luhur Pancasila. Dalam hal ini kita ambil saja salah satu ahli Nasional Prof. Dardji Darmodihardjo, S.H. beliau mempunyai Pandangan bahwa demokrasi Pancasila adalah paham demokrasi yang bersumber kepada kepribadian dan falsafah hidup bangsa Indonesia yang terwujudnya seperti dalam ketentuan-ketentuan pembukaan UUD 1945. Hal lagi dengan Prof. dr. Drs. Notonegoro,S.H. mengatakan demokrasi pancasila adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan yang berke-Tuhan-nan Yang Maha Esa, yang Berkepribadian Kemanusiaan yang Adil dan Beradab yang mempersatukan Indonesia dan yang berkedaulatan seluruh rakyat.
2. Aspek Demokrasi
Menurut Samuel Huntington sistem politik demokrasi dapat dibedakan dari system politik demokrasi dan non demokrasi. Sistem politik demokrasi didasarkan pada nilai, prinsip, prosedur dan kelembagaan yang demokratis. Sistem ini mampu menjamin hak kebebasan warganegara, membatasi kekuasaan pemerintah dan mem-berikan keadilan. Indonesia sejak awal berdiri sudah menjadikan demokrasi sebagai pilihan sistem politik. Negara Indonesia sebagai negara demokrasi terdapat pada pembukaan UUD 45 alinea ke 4 dan Ps 1 ayat (2) UUD 45 (sebelum di amandemen), kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Ps 1 ayat (2) setelah diamandemen berubah menjadi “kedaulatan berada dita-ngan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD”. Perubahan ini menghi-langkan kata “dilaksanakan sepenuhnya” menjadi dilaksanakan menu-rut UUD. Apapun perubahannya ini membuktikan sejak berdirinya negara Indonesia telah menganut demokrasi.
Berdasarkan uraian sebelumnya dapat di simpulkan bahwa setiap Negara yang demokrasi memiliki kecendrungan yang sama dalam hal prinsip-prinsip yang dianut. Beberapa prinsip demokrasi yang berlaku secara universal, antara lain:
• keterlibatan warga Negara dalam penbuatan keputusan politik
ada dua pendekatan tentang keterlibatan warga Negara yaitu teori elitis dan partisipatori ;
1. Pendekatan elitis adalah pembuatan kebijakan umum namun menuntut adanya kualitas tanggapan pihak penguasa dan kaum elit, hal ini dapat kita lihat pada demokrasi perwakilan.
2. Pendekatan partisipatori adalah pembuatan kebijakan umum yang menuntut adanya keterlibatan yang lebih tinggi.
• Persamaan diantara warga Negara
Tingkat persamaan yang ditunjukan biasanya yaitu dibidang; politik, hukum, kesempatan, ekonomi, sosial dan hak.
• Kebebasan atau kemerdekaan yang diakui dan dipakai oleh warga Negara
• Supremasi Hukum
Penghormatan terhadap hukum harus dikedepankan baik oleh penguasa maupun rakyat, tidak terdapat kesewenang-wenangan yang biasa dilakukan atas nama hukum, karena itu pemerintahan harus didasari oleh hukum yang berpihak pada keadilan.
• Pemilu berkala
Pemilihan umum, selain mekanisme sebagai menentukan komposisi pemerintahan secara periodik, sesungguhnya merupakan sarana utama bagi partisipasi politik individu yang hidup dalam masyarakat yang luas, kompleks dan modern.
3. Pilar Demokrasi
Seperti telah disebutkan dalam pasal 1 ayat 2 UUD 1945 pada halaman terdahulu, bahwa (kekuasaan negara tertinggi) ada di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR. Dengan demikian, MPR adalah lembaga negara tertinggi sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia.
Sebagai pemegang kekuasaan negara yang tertinggi MPR mempunyai tugas pokok, yaitu :
1. Menetapkan UUD
2. Menetapkan GBHN dan
3. Memilih dan mengangkat presiden dan wakil presiden
Wewenang MPR, yaitu:
1. Membuat putusan-putusan yang tidak dapat dibatalkan oleh lembaga negaralain, seperti penetapan GBHN yang pelaksanaannya ditugaskan kepada Presiden.
2. Meminta pertanggungjawaban presiden/mandataris mengenai pelaksanaan GBHN
3. Melaksanakan pemilihan dan selanjutnya mengangkat Presiden dan Wakil Presiden
4. Mencabut mandat dan memberhentikan presiden dalam masa jabatannya presiden/mandataris sungguh-sungguh melanggar haluan negara dan UUD.
5. Mengubah undang-undang.
Presiden adalah penyelenggaraan pemerintah yang tertinggi di bawah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) di bawah MPR, presiden ialah penyelenggara pemerintah negara tertinggi. Presiden selain diangkat oleh majelis juga harus tunduk dan bertanggung jawab kepada majelis. Presiden adalah Mandataris MPR yang wajib menjalankan putusan-putusan MPR. Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang berdasarkan kekeluargaan dan gotong-royong yang ditujukan kepada kesejahteraan rakyat, yang mengandung unsur-unsur berkesadaran religius, berdasarkan kebenaran, kecintaan dan budi pekerti luhur, berkepribadian Indonesia dan berkesinambungan. Dalam demokrasi Pancasila, sistem pengorganisasian Negara dilakukan oleh rakyat sendiri atau dengan persetujuan rakyat. Dalam demokrasi Pancasila kebebasan individu tidak bersifat mutlak, tetapi harus diselaraskan dengan tanggung jawab sosial. Dalam demokrasi Pancasila, keuniversalan cita-cita demokrasi dipadukan dengan cita-cita hidup bangsa Indonesia yang dijiwai oleh semangat kekeluargaan, sehingga tidak ada dominasi mayoritas atau minoritas. Adalah Prinsip. Merupakan kebenaran yang pokok/dasar orang berfikir, bertindak dan lain sebagainya. Dalam menjalankan prinsip-prinsip demokrasi secara umum, terdapat 2 landasan pokok yang menjadi dasar yang merupakan syarat mutlak untuk harus diketahui oleh setiap orang yang menjadi pemimpin negara/rakyat/masyarakat/organisasi/partai/keluarga, yaitu;
• Suatu negara itu adalah milik seluruh rakyatnya, jadi bukan milik perorangan atau milik suatu keluarga/kelompok/golongan/partai, dan bukan pula milik penguasa negara.
• Siapapun yang menjadi pemegang kekuasaan negara, prinsipnya adalah selaku pengurus rakyat, yaitu harus bisa bersikap dan bertindak adil terhadap seluruh rakyatnya, dan sekaligus selaku pelayan rakyat, yaitu tidak boleh/bisa bertindak zalim terhadap tuannya, yakni rakyat.
Adapun prinsip pokok demokrasi Pancasila adalah sebagai berikut;
• Pemerintahan berdasarkan hukum: dalam penjelasan UUD 1945 dikatakan:
1. Indonesia ialah negara berdasarkan hukum (rechtstaat) dan tidak berdasarkan kekuasaan belaka (machtstaat)
2. Pemerintah berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar) tidak bersifat absolutism (kekuasaan tidak terbatas)
3. Kekuasaan yang tertinggi berada di tangan MPR.
• Perlindungan terhadap hak asasi manusia
• Pengambilan keputusan atas dasar musyawarah
• Peradilan yang merdeka berarti badan peradilan (kehakiman) merupakan badan yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan kekuasaan lain contoh Presiden, BPK, DPR, DPA atau lainnya
• adanya partai politik dan organisasi sosial politik karena berfungsi untuk menyalurkan aspirasi rakyat
• Pelaksanaan Pemilihan Umum
• Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR (pasal 1 ayat 2 UUD 1945)
• Keseimbangan antara hak dan kewajiban
• Pelaksanaan kebebasan yang bertanggung jawab secara moral kepada Tuhan YME, diri sendiri, masyarakat, dan negara ataupun orang lain
• Menjunjung tinggi tujuan dan cita-cita Nasional.
Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independent) dan berada dalam peringkat yang sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances. Ketiga jenis lembaga-lembaga negara tersebut adalah lembaga-lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan melaksanakan kewenangan eksekutif, lembaga-lembaga pengadilan yang berwenang menyelenggarakan kekuasaan judikatif dan lembaga-lembaga perwakilan rakyat (DPR, untuk Indonesia) yang memiliki kewenangan menjalankan kekuasaan legislatif. Di bawah sistem ini, keputusan legislatif dibuat oleh masyarakat atau oleh wakil yang wajib bekerja dan bertindak sesuai aspirasi masyarakat yang diwakilinya (konstituen) dan yang memilihnya melalui proses pemilihan umum legislatif, selain sesuai hukum dan peraturan. Demokrasi yang dianut di Indonesia, yaitu demokrasi berdasarkan Pancasila, masih dalam taraf perkembangan dan mengenai sifat-sifat dan ciri-cirinya terdapat berbagai tafsiran serta pandangan. Tetapi yang tidak dapat disangkal ialah bahwa beberapa nilai pokok dari demokrasi konstitusionil cukup jelas tersirat di dalam Undang Undang Dasar 1945. Selain dari itu Undang-Undang Dasar kita menyebut secara eksplisit 2 prinsip yang menjiwai naskah itu dan yang dicantumkan dalam penjelasan mengenai Sistem Pemerintahan Negara, yaitu:
1. Indonesia ialah negara yang berdasarkan atas hukum (Rechstaat). Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka (Machstaat).
2. Sistem Konstitusionil maksudnya adalah Pemerintahan berdasarkan atas Sistem Konstitusi (Hukum Dasar), tidak bersifat Absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas). Berdasarkan 2 istilah Rechstaat dan sistem konstitusi, maka jelaslah bahwa demokrasi yang menjadi dasar dari Undang-Undang Dasar 1945, ialah demokrasi konstitusionil. Di samping itu corak khas demokrasi Indonesia, yaitu ‘kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan’, dimuat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar. Dengan demikian demokrasi Indonesia mengandung arti di samping nilai umum, dituntut nilai-nilai khusus seperti nilai-nilai yang memberikan pedoman tingkah laku manusia Indonesia dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, sesama manusia, tanah air dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, pemerintah dan masyarakat, usaha dan krida manusia dalam mengolah lingkungan hidup. Pengertian lain dari demokrasi Indonesia adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia dan bertujuan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (demokrasi pancasila).
“saya pernah membaca di komik One Piece di ceritakan negara Arabasta sedang menghadapi pemberontakan. Pasukan pemerintah berusaha meyakinkan Raja Cobra Nefretari untuk melawan mereka dan mempertahankan istana, namun raja cobra menolak. Beliau membiarkan pemberontak itu maju. alasannya, dasar negara adalah rakyat. apa artinya pemerintah jika tidak bisa melindungi rakyat? apa artinya pemerintah jika dibenci rakyat? apa artinya istana dan penjabat negara masih hidup kalau rakyat mati bergelimpangan/ apa artinya polisi jika mereka digunakan untuk menghabisi rakyat yang tak bersalah itu sendiri? kadang kesalahan dan kebenaran memiliki sudut pandang yang berbeda”.
Pembatasan Terhadap President
Selama pelaksanaan demokrasi cenderung semua keputusan hanya ada pada pemimpin besar. Hal ini mengakibatkan rusaknya tatanan kekuasaan negara, misalnya DPR dapat dibubarkan. Di bawah MPR, presiden ialah penyelenggara pemerintah negara tertinggi. Presiden selain diangkat oleh majelis juga harus tunduk dan bertanggung jawab kepada majelis. Presiden adalah Mandataris MPR yang wajib menjalankan putusan-putusan MPR. Demokrasi secara kontekstual dilihat dari fakta kenyataan pemerintahan yang pernah dan sedang terjadi. Indonesia pada zaman pemerintahan Soekarno masa orde lama dengan konstitusi RIS dan UUDS 50 dikenal demokrasi liberal, setelah kembali ke UUD 45 dikenal demokrasi terpimpin. Era Soeharto dan orde baru diukenal demokrasi Pancasila, era reformasi sejak 1998 masih dikenal demokrasi Pancasila.
Melindungi Kaum Minoritas
Sistem demokrasi di seluruh dunia harus menghadapi pertanyaan tentang bagaimana menjaga keseimbangan antara gagasan pemerintahan oleh mayoritas di satu pihak, dan gagasan demokrasi yang mempertimbangkan para individu di pihak lain. Masalah ini sebenarnya sudah cukup lama dikenali. Para ahli teori demokrasi seperti Alexis De Tocqueville and John Stuart Mill pernah menyinggung gagasan tentang Tirani Mayoritas dalam studinya yang sangat terkenal “Democracy in America” dalam abad ke 19, sementara Mill pernah mengingatkan kita tentang bagaimana mayoritas dapat meloloskan hukum atau undang-undang yang memiliki pengaruh sangat menjijikkan bagi kelompok minoritas. Maka, orang juga kerap bertanya apakah demokrasi? Apakah demokrasi berarti bahwa negara harus melindungi para individu, ataukah demokrasi hanya berarti sebagai pemerintahan oleh mayoritas? Juga di Indonesia, ketika demokratisasi tidak segera membuahkan hasil berupa kesejahteraan dan stabilitas sosial-politik yang lebih baik, maka ada alasan bagi sebagian orang yang menginginkan agar Indonesia kembali pada sistem lama, yaitu pada model kekuasaan otoritarian yang menjanjikan terciptanya kesejahteraan dan stabilitas dalam waktu yang cepat.
Demokrasi jelas disadari bukan sebagai sistem yang sempurna, tetapi ada petunjuk kuat bahwa demokrasi adalah sistem terbaik di antara sistem lain dalam pengaturan pemerintahan manusia oleh manusia yang pernah dicoba dalam sejarah. Karena itu, seperti yang sering disuarakan oleh sejumlah ahli, yang diperlukan sesungguhnya adalah pendalaman demokrasi (deepening democration), bukan menolak demokrasi itu sendiri. Pada tingkat kekuasaan, demokratisasi akan berarti keharusan untuk memperkuat paham kedaulatan rakyat (people sovereignty) dan menegakkan aturan main demokratis (dalam bentuk konstitusi dan rule of law), namun pada level akar rumput dan di kalangan generasi muda, tantangan demokratisasi menunjukkan wajah yang agak berlainan. Michael Oakeshott dan F.A. Hayek pernah menyatakan bahwa sivitas atau negara sebagai bentuk purposive association yaitu pengelompokkan yang dibentuk karena persamaan tujuan atau maksud (shared purposes or goals), memiliki kecenderungan mencerabut kebebasan berasosiasi bagi kelompok-kelompok yang memiliki tujuan sendiri yang dianggap seolah-olah berbeda dengan tujuan bangsa secara keseluruhan. Akibatnya, negara purposive (yang dilawankan denganenterprise association) semacam itu mau tidak mau cenderung melanggar kebebasan berasosiasi, menuntut keharusan partisipasi dalam kelompok yang mendukung tujuan-tujuan dari sivitas (negara), dan pada saat yang bersamaan menindas siapapun yang menganggu usaha pencapaian tujuan yang dimaksukan (purposive goals). Pada akhirnya, hanya denganmemastikan pemerintah bersikap netral dalam kaitannya dengan berbagai tujuan yang ada dalam masyarakat, maka civil society akan bisa bertumbuh dengan subur.
Meskipun kebebasan berasosiasi tidak disebut dengan cara yang samaseperti kebebasan berpendapat (free speech) dan kebebasan berkumpul (freedomof assembly), kebebasan itu nampak menjadi salah satu kebebasan dasar dari banyak masyarakat liberal setidaknya menurut para pemikir seperti Rawls, Mill dan banyak pemikir liberal yang lain. Tetapi gagasan tentang netralitas negara mendapatkan kritik karena dianggap tidak mencerminkan kenyataan sebenarnya dari kebijakan yang sering dan bisa diambil oleh negara. Misalnya, kebijakan hukum yang diambil oleh negara selalu mengandung konsepsi tersembunyi mengenai pengertian tentang hidup yang baik. Lebih tajam lagi, para pengkritiknya (yaitu kelompok komunitarian yang diwakili oleh tokoh seperti William Galston, Michael Sandel, dan Benjamin Barber) tidak mempercayai klaim liberal bahwa masyarakat sipil memiliki kemampuan untuk mengarahkan dirinya sendiri, menyatakan, sebagaimana pernah dikemukakan juga oleh Alexis de Tocqueville bahwa adanya dorongan dalam masyarakat sipil sendiri yang mungkin menghambat pembentukan asosiasi sipil. Ada kecenderungan dalam masyarakat sipil itu sendiri misalnya dalam bentuk sentralisasi ekonomi, monopoli media, pemaksaan kepentingan khusus, dan partai politik yang terorganisasi membatasi jangkauan kemungkinan yang dapat diberikan pada individu. Jelas bahwa sejumlah tujuan tidak bebas dipilih oleh para individu, melainkan justru terberikan atau dipaksa diberlakukan oleh kesempitan peluang atau ketiadaan kesempatan. Apa hubungan uraian di atas dengan negara Pancasila? Apakah Negara Pancasila sesuai dengan salah satu pendekatan dan harus menolak pendekatan lainnya? Apakah demokrasi itu sendiri dalam negara yang menyebut Pancasila? dan bagaimana negara Pancasila harus menyeimbangkan antara pemerintah oleh mayoritas dan penghormatan terhadap minoritas? Itu yang masih dipertanyakan?
3. Sistem dan Jenis-jenis Demokrasi
1. Demokrasi terbagi dalam dua jenis: demokrasi bersifat langsung dan demokrasi bersifat representatip.
2. Demokrasi bersifat langsung / Direct Demokrasi.
Demokrasi langsung dikenal sebagai demokrasi bersih. Rakyat memiliki kebebasan secara mutlak memberikan pendapatnya, dan semua aspirasi mereka dimuat dengan segera didalam satu pertemuan. Jenis demokrasi ini dapat dipraktekkan hanya dalam kota kecil dan komunitas yang secara relatip belum berkembang, dimana secara fisik memungkinkan untuk seluruh electorate untuk bermusyawarah dalam satu tempat, walaupun permasalahan pemerintahan tersebut bersifat kecil. Demokrasi langsung berkembang di Negara kecil Yunani kuno dan Roma. Demokrasi ini tidak dapat dilaksanakan didalam masyarakat yang komplek dan Negara yang besar. demokrasi murni yang masih bisa diambil contoh terdapat diwilayah Switzerland.
Mengubah bentuk demokrasi murni ini masih berlaku di Switzerland dan beberapa Negara yang didalamnya terdapat bentuk referendum dan inisiatip. Dibeberapa Negara sangat memungkinkan bagi rakyat untuk memulai dan mengadopsi hukum, bahkan untuk mengamandemengkan konstitusional dan menetapkan permasalahan public politik secara langsung tampa campur tangan representative.
- Demokrasi bersifat representatip / Representative Demokrasi.
Didalam Negara yang besar dan modern demokrasi tidak bisa berjalan sukses. Oleh karena itu, untuk menanggulangi masalah ini diperlukan sistem demokrasi secara representatip. Para representatip inilah yang akan menjalankan atau menyampaikan semua aspirasi rakyat didalam pertemuan. Dimana mereka dipilih oleh rakyat dan berkemungkinan berpihak kepada rakyat. ( Garner ). Sistem ini berbasis atas ide, dimana rakyat tidak secara langsung hadir dalam menyampaikan aspirasi mereka, namun mereka menyampaikan atau menyarankan saran mereka melaui wakil atau representatip. Bagaimanapun, didalam bentuk pemerintahan ini wewenang disangka benar terletak ditangan rakyat, akan tetapi semuanya dipraktekkan oleh para representatip.
4. Demokrasi Berdasarkan Ideologi bangsa Indonesia

Demokrasi Liberal adalah suatu demokrasi yang menempatkan kedudukan badan legislatif lebih tinggi dari pada badan eksekutif. Kepala pemerintahan dipimpin oleh seorang Perdana Menteri. Perdana menteri dan menteri-menteri dalam kabinet diangkat dan diberhentikan oleh parlemen. Dalam demokrasi parlementer Presiden menjabat sebagai kepala negara.
Demokrasi Liberal sering disebut sebagai demokrasi parlementer. Di indonesia demokrasi ini dilaksanakan setelah keluarnya Maklumat Pemerintah NO.14 Nov. 1945. Menteri bertanggung jawab kepada parlemen.
Demokrasi liberal lebih menekankan pada pengakuan terhadap hak-hak warga negara, baik sebagai individu ataupun masyarakat. Dan karenanya lebih bertujuan menjaga tingkat represetansi warganegara dan melindunginya dari tindakan kelompok atau negara lain.
Ciri-ciri demokrasi liberal :
1. Kontrol terhadap negara, alokasi sumber daya alam dan manusiadapat terkontrol
2. Kekuasaan eksekutif dibatasi secara konstitusional,
3. Kekuasaan eksekutif dibatasi oleh peraturan perundangan,
4. Kelompok minoritas (agama, etnis) boleh berjuang, untuk memperjuangkan dirinya.
Demokrasi Komunis adalah demokrasi yang sangat membatasi agama pada rakyatnya, dengan prinsip agama dianggap candu yang membuat orang berangan-angan yang membatasi rakyatnya dari pemikiran yang rasional dan nyata.
Demokrasi komunis muncul karena adanya paham komunisme. Awalnya komunisme lahir sebagai reaksi terhadap kapitalisme pada abad ke-19. Komunisme adalah ideologi yang digunakan partai komunis di seluruh dunia. Komunisme sebagai anti kapitalisme menggunakan sistem sosialisme sebagai alat kekuasaan, dimana kepemilikan modal atas individu sangat dibatasi. Prinsip semua adalah milik rakyat dan dikuasai oleh negara untuk kemakmuran rakyat secara merata. Komunisme sangat membatasi demokrasi pada rakyatnya, dan karenanya komunisme juga disebut anti liberalisme. Dalam komunisme perubahan sosial harus dimulai dari peran Partai Komunis. Logika secara ringkasnya, perubahan sosial dimulai dari buruh atau yang lebih dikenal dengan proletar, namun pengorganisasian Buruh hanya dapat berhasil jika bernaung di bawah dominasi partai. Partai membutuhkan peranPolitbiro sebagai think-tank. Dapat diringkas perubahan sosial hanya bisa berhasil jika dicetuskan oleh Politbiro. Inilah yang menyebabkan komunisme menjadi “tumpul” dan tidak lagi diminati.
Masyarakat sosialis-komunis mendefinisikan rakyat sebagai lapisan rakyat yang menurut mereka, adalah rakyat miskin dan tertindas di segala bidang kehidupan. Rakyat miskin (kaum proletar dan buruh) akan memimpin revolusi sosialis melalui wakil-wakil mereka dalam partai komunis. Kepentingan yang harus diperjuangkan bukanlah kemerdekaan pribadi. Bahkan, kemerdekaan pribadi menurut masyarakat sosialis-komunis harus ditiadakan karena satu-satunya kepentingan hanyalah kepentingan rakyat secara kolektif, yang dalam hal ini diwakili oleh partai komunis. Dengan demikian masyarakat sosialis-komunis, juga mengakui kedaulatan rakyat. Mereka pun menjunjung tinggi demokrasi, yang dikenal sebagai demokrasi komunis.
Demokrasi Pancasila adalah paham demokrasi yang bersumber kepada kepribadian dan filsafat bangsa Indonesia yang perwujudannya seperti tertuang dalam Pembukaan UUD 1945. Dasar Demokrasi Pancasila adalah Kedaulatan Rakyat (Pembukaan UUD ‘45) Negara yang berkedaulatan – Pasal 1 ayat (2) UUD 1945. Dan Makna Demokrasi Pancasila adalah Keikutsertaan rakyat kehidupan bermasyarakat dan kehidupan bernegara ditentukan peraturan perundang-undangan. Di Indonesia, Demokrasi Pancasila berlaku semenjak Orde Baru. Demokrasi pancasila dijiwai, disemangati dan didasari nilai-nilai pancasila. Dalam demokrasi Pancasila Rakyat adalah Subjek demokrasi, yaitu rakyat sebagai keseluruhan berhak ikut serta aktif menentukan keinginan-keinginan dan juga sebagai pelaksana dari keinginan-keinginan itu. Keinginan rakyat tersebut disalurkan melalui lembaga-lembaga perwakilan yang ada yang dibentuk melalui Pemilihan Umum.
Di samping itu perlu juga kita pahami bahwa demokrasi Pancasila dilaksanakan dengan bertumpu pada;
a) demokrasi yang berdasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa;
b) menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia;
c) berkedaulatan rakyat;
d) didukung oleh kecerdasan warga negara;
e) sistem pemisahan kekuasaan negara;
f) menjamin otonomi daerah;
g) demokrasi yang menerapkan prinsip rule of law;
h) sistem peradilan yang merdeka, bebas dan tidak memihak;
i) mengusahakan kesejahteraan rakyat; dan
j) berkeadilan sosial.
- Prinsip pokok Demokrasi Pancasila adalah sebagai berikut:
Pemerintahan berdasarkan hukum dalam penjelasan UUD 1945 dikatakan:
Indonesia ialah negara berdasarkan hukum (rechtstaat) dan tidak berdasarkan kekuasaan belaka (machtstaat). Pemerintah berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar) tidak bersifat absolutisme (kekuasaan tidak terbatas). Kekuasaan yang tertinggi berada di tangan MPR.
Perlindungan terhadap hak asasi manusia. Pengambilan keputusan atas dasar musyawarah. Peradilan merdeka yang berarti badan peradilan merupakan badan yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan kekuasaan lain contoh Presiden, BPK, DPR, DPA atau lainnya.
Fungsi Demokrasi Pancasila adalah:
1. Menjamin adanya keikutsertaan rakyat dalam kehidupan bernegara. Contohnya ikut mensukseskan Pemilu, ikut mensukseskan Pembangunan, ikut duduk dalam badan perwakilan/permusyawaratan.
2. Menjamin tetap tegaknya negara RI,
3. Menjamin tetap tegaknya negara kesatuan RI yang mempergunakan sistem konstitusional
4. Menjamin tetap tegaknya hukum yang bersumber pada Pancasila
5. Menjamin adanya hubungan yang selaras, serasi dan seimbang antara lembaga negara
6. Menjamin adanya pemerintahan yang bertanggung jawab. Contohnya Presiden adalah Mandataris MPR, Presiden bertanggung jawab kepada MPR.
– Tujuan Demokrasi Pancasila adalah untuk menetapkan bagaimana bangsa Indonesia mengatur hidup dan sikap berdemokrasi seharusnya.
Bagi bangsa Indonesia dalam berdemokrasi harus sesuai dengan Pancasila karena;
1. sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia
2. meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan YME
3. lebih menghargai hak asasi manusia
4. menjamin kelangsungan hidup bangsa
5. mewujudkan masyarakat Indonesia yang demokrasi dan keadilan sosial.
- Hak-hak warga negara dalam pelaksanaan Demokrasi Pancasila di bidang politik, pendidikan, ekonomi, dan sosial budaya.
a. Di Bidang Politik
yaitu hak yang diakui dalam kedudukannya sebagai warga yang sederajat. Oleh karena itu setiap warga negara wajar mendapat hak ikut serta dalam pemerintahan: yakni hak memilih dan dipilih, mendirikan organisasi atau partai politik, serta mengajukan petisi dan kritik atau saran.
b. Di Bidang Pendidikan
Untuk memahami hak warga negara dalam bidang pendidikan, perhatikanlah arti dan makna yang terkandung dalam Pasal 31 UUD 1945.
1. Pasal 31 ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa “Tiap-tiap Warga Negara berhak mendapat pengajaran” Pasal 31 ayat (2) UUD 1945 menyatakan bahwa “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran Nasional yang diatur dengan Undang-undang”
2. Makna isi Pasal 31 (1) UUD 1945 tersebut merupakan pengakuan bangsa Indonesia atas hak memperoleh pengajaran. Dalam hal ini berarti pemerintah dituntut untuk mengadakan sekolah-sekolah baik umum maupun kejuruan, dengan mengingat kemampuan pembiayaan dan perlengkapan lain yang dapat disediakan oleh pemerintah.
3. Menurut Pasal 31 ayat (2) UUD 1945 mengandung maksud “Pemerintah harus mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran Nasional, sesuai dengan Undang-undang yang telah ditetapkan. Undang-undang yang mengatur Pasal 31 itu adalah UU No. 2 Tahun 1989 yang masih berlaku saat ini, sedangkan Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang pendidikan antara lain: Peraturan Pemerintah (PP) No. 27, No. 28, 29, dan No. 30 Tahun 1990.
4. Dalam UU No. 2 Tahun 1989 itu antara lain disebutkan fungsi Pendidikan Nasional adalah untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan manusia Indonesia dalam rangka upaya mewujudkan tujuan nasional. Sedangkan tujuan Pendidikan adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan YME dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
c. Di Bidang Ekonomi
Dalam bidang ekonomi, negara Indonesia menganut sistem demokrasi ekonomi; artinya perekonomian itu dikerjakan oleh semua, untuk semua di bawah pimpinan atau pengawasan anggota masyarakat.
Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan.Dalam hal ini perekonomian jangan sampai jatuh ke tangan orang yang berkuasa, dan rakyat banyak yang tertindas.
Demokrasi Berdasarkan Ideologi Bangsa
Demokrasi Liberal sering disebut sebagai demokrasi parlementer. Di indonesia demokrasi ini dilaksanakan setelah keluarnya Maklumat Pemerintah No.14 November 1945. Menteri bertanggung jawab kepada parlemen.
Ciri-ciri demokrasi liberal :
1. Kontrol terhadap negara, alokasi sumber daya alam dan manusiadapat terkontrol
2. Kekuasaan eksekutif dibatasi secara konstitusional,
3. Kekuasaan eksekutif dibatasi oleh peraturan perundangan
Beberapa sejarah berdirinya demokrasi liberal:
- Anaximander (Miletus, 610 – 546 BC) politik demokrasi dan filsafat
Demokrasi liberal di indonesia. Demokrasi liberal (atau demokrasi konstitusional ) adalah sistem politik yang melindungi secara konstitusional hak-hak individu dari kekuasaan perbedaan demokrasi liberal dan pancasila.
Demokrasi Indonesia
Hal ini juga memperlihatkan adanya partisipasi umat Islam yang meningkat dalam perkembangan demokrasi di Indonesia. Sementara undang-undang sistem pendidikan nasional yang telah disahkan parlemen juga pada masa pembahasannya mendapat dukungan yang kuat dari berbagai Dengan demikian demokrasi liberal secara formal berakhir pada tanggal 5 Juli 1959, sedang secara material berakhir pada saat gagasan Demokrasi Terpimpin dilaksanakan.
Demokrasi Indonesia dengan Demokrasi Negara Lain
Di Indonesia demokrasi liberal berlangusng sejak 3 November 1945, yaitu sejak sistem multi-partai berlaku melalui Maklumat Pemerintah. Sistem multi-partai ini lebih menampakkan sifat instabilitas politik setelah berlaku sistem parlementer dalam naungan UUD 1945 Dengan demikian demokrasi liberal secara formal berakhir pada tanggal 5 Juli 1959, sedang secara material berakhir pada saat gagasan Demokrasi Terpimpin dilaksanakan. Ciri-ciri Sistem Politik Liberalisme …
5. Demokrasi President
Sistem presidensial, Sistem presidensial (presidensial), atau disebut juga dengan sistem kongresional, merupakan sistem pemerintahan negara republik di mana kekuasan eksekutif dipilih melalui pemilu dan terpisah dengan kekuasan legislatif.
Menurut Rod Hague, pemerintahan presidensil terdiri dari 3 unsur yaitu:
• Presiden yang dipilih rakyat memimpin pemerintahan dan mengangkat pejabat-pejabat pemerintahan yang terkait.
• Presiden dengan dewan perwakilan memiliki masa jabatan yang tetap, tidak bisa saling menjatuhkan.
• Tidak ada status yang tumpang tindih antara badan eksekutif dan badan legislatif.
Dalam sistem presidensiil, presiden memiliki posisi yang relatif kuat dan tidak dapat dijatuhkan karena rendah subjektif seperti rendahnya dukungan politik. Namun masih ada mekanisme untuk mengontrol presiden. Jika presiden melakukan pelanggaran konstitusi, pengkhianatan terhadap negara, dan terlibat masalah kriminal, posisi presiden bisa dijatuhkan. Bila ia diberhentikan karena pelanggaran-pelanggaran tertentu, biasanya seorang wakil presiden akan menggantikan posisinya. Model ini dianut oleh Amerika Serikat, Filipina, Indonesia dan sebagian besar negara-negara Amerika Latin dan Amerika Tengah.
Ciri-ciri pemerintahan presidensial yaitu:
• Dikepalai oleh seorang presiden sebagai kepala pemerintahan sekaligus kepala negara.
• Kekuasaan eksekutif presiden diangkat berdasarkan demokrasi rakyat dan dipilih langsung oleh mereka atau melalui badan perwakilan rakyat.
• Presiden memiliki hak prerogratif (hak istimewa) untuk mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri yang memimpin departemen dan non-departemen.
• Menteri-menteri hanya bertanggung jawab kepada kekuasaan eksekutif bukan kepada kekuasaan legislatif.
• Kekuasaan eksekutif tidak bertanggung jawab kepada kekuasaan legislatif.
• Kekuasaan eksekutif tidak dapat dijatuhkan oleh legislatif.
Dalam sistem politik dimanapun, biasanya hanya dikenal dengan dua model presidensial dan parlementer (Ver- ney,1979). Meskipun tidak secara kaku terpisahkan tetapi prinsip dasar penguatan dalam kekuasaan sangat berbeda asal-usul, proses dan landasan filosofisnya. Biasanya konstitusi suatu negara secara tegas mengamanatkan apakah suatu sistem politik kenegaraan menganut azas presidensial atau parlementer. Indonesia secara konstitusi sesuai dengan amandemen UUD 1945 sesungguhnya memperkuat sistem presidensial. Proses mendudukkan Presiden dan Wakil Presiden yang sebelum UU 1945 diamandemen dipilih oleh MPR (Majelis Permusyawarayan Rakyat) kemudian dipilih langsung oleh rakyat. Amandemen UUD 1945 tidak hanya memperkuat sistem kepresidenan saja tetapi pendulum kekuasaan dari perspektif politik bergeser dari demokrasi keterwakilan rakyat (representative democracy) menjadi demokrasi kerakyatan (electoral democracy).
Sebelum amandemen UUD 1945, Indonesia menganut sistem presidensial yang konvensional karena presiden tidak dipilih langsung oleh rakyat, tetapi oleh MPR yang anggotanya terdiri dari DPR, Utusan Golongan, dan Utusan Daerah. Dalam hal ini berlaku sistem pemerintahan untuk negara integralistik dengan konsentrasi kekuasaan amat besar pada Presiden (too strong presidency). Baik sistem presidensial dan parlementer pernah diterapkan dalam pemerintahan Indonesia. Sebelumnya, Indonesia sendiri antara Tahun 1949 sampai 1959 menggunakan sistem pemerintahan parlementer yang terbukti tidak mampu menciptakan stabilitas pemerintahn yang amat diperlukan untuk pembangunan bangsa, karena dalam waktu 4 tahun terjadi 33 kali pergantian kabinet (Feith, 1962 dan Feith, 1999).
Sistem presidensial, mengasumsikan terjadinya mekanisme checks and balancesantara presiden baik sebagai kepala pemerintahan (chief of state) maupun sebagai kepala pemerintahan (head of the government) sekaligus berhadapan dengan legislatif (DPR) (Giovani Sartori,1997). Baik legislatif maupun eksekutif (Presiden) dihasilkan melalui proses pemilihan yang berbeda. Artinya proses pengisian jabatan politik di tingkat pusat pada sistem presidential dilakukan dalam dua kali pemilihan, pemilu legislatif dan pemilu presiden (Pilpres) (Juan Linz,1994). Sistem presidensial juga tidak mengenal adanya lembaga pemegang supremasi tertinggi. Karena karakteristik pertama sistem presidensial adalah badan perwakilan tidak memiliki supremacy of parliament karena lembaga tersebut bukan lembaga pemegang kekuasaan negara.Untuk menjamin stabilitas sistem presidensial, presiden dipilih, baik secara langsung atau melalui perwakilan, untuk masa kerja tertentu, dan presiden memengang sekaligus jabatan Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan.
Sebagai kepala pemerintahan dan satu-satunya kepala eksekutif, presiden mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri negara, yang berfungsi sebagai pembantu presiden dan memegang kekuasaan eksekutif dalam bidang masing-masing. Dalam sistem presidensial, kabinet tidak bertanggungjawab secara kolektif, tetapi tiap-tiap menteri bertanggungjawab secara individual kepada presiden. Dalam sistem presidensial, anggota badan legislatif tidak boleh merangkap jabatan cabang eksekutif, dan sebaliknya, pejabat eksekutif tidak boleh merangkap menjadi anggota badan legislatif. Sementara, sistem parlementer hanya memerlukan satu kali pemilihan untuk menentukan elit di pusat, baik legislatif maupun eksekutif. Eksekutif (biasanya disebut perdana menteri) dipilih oleh dan dari anggota legislative (Jimly Assidiqie,1996). Salah satu karakteristik utama sistem parlementer yang tidak dimiliki oleh sistem presidensial adalah kedudukan parlemen sebagai pemegang kekuasaan tertinggi di atas badan perwakilan dan pemerintah (supremacy of parliament). Dibandingkan dengan sistem parlementer, sistem presidensial memang memiliki kelebihan dibandingkan sistem parlementer, di antaranya: keterpisahan institusi presiden dan parlemen, masa jabatan presiden (dan wapres) yang bersifat tetap, dan pemilihan langsung presiden oleh rakyat. Ketiga ciri tersebut tak hanya dianggap dapat menjamin tegaknya prinsip checks and balances dalam relasi eksekutif-legislatif, melainkan juga terbentuknya pemerintahan yang stabil dan efektif. (Lijphart, 1992).
Meskipun Indonesia menganut sistem presidensial, tetapi dalam praktek pemerintahan, banyak menganut prinsip- prinsip parlementarian. Oleh karena itu Indonesia sering disebut sebagai negara dengan sistem quasi (setengah atau semi) parlementer. Ciri-ciri praktek sistem parlementarian dapat kita lihat antara lain ketika memilih Kepala Kepolisian dan Panglima TNI, Presiden tetap harus meminta pendapat dan persetujuan DPR. Oleh karena itu, meskipun menganut sistem presidensial, berbagai “hak perogatif Presiden” untuk menyusun Kabinet, menentukan Duta Besar, mengangkat Panglima, Gubernur/ para Deputi BI masih memerlukan dukungan anggota legislatif (DPR). Dititik inilah masalah yang terjadi karena konstitusi hasil amandemen tidak sekadar mengadopsi sistem presidensial yang mendekati “murni”, tetapi juga memberikan ruang bagi sistem parlementer untuk memperkuat otoritas DPR dengan memasuki wilayah ruang hak otoritas presiden. Hak perogatif dan otoritas yang seharusnya melekat pada presiden dalam sistem presidensial menjadi peluang bagi DPR untuk melembagakan “gangguan” terhadap presiden. Skema presidensial lebih berisiko lagi jika dikombinasikan sistem multipartai, seperti di Indonesia. Konsekuensi dari kombinasi presidensial-multipartai adalah terpilihnya “presiden minoritas”, presiden dengan basis politik relatif kecil di DPR dan fragmentasi politik tanpa kekuatan mayoritas di DPR, seperti berlangsung sejak era Abdurrahman Wahid (1999- 2001), Megawati (2001-2004), lalu Presiden SBY. Realitas ini memberi peluang bagi DPR “mengganggu” Presiden yang mendorong munculnya konflik Presiden-DPR. Karena itu, sistem sistem presidensial yang saat ini masih memberikan ruang sistem parlementarian, perlu diformat kembali untuk menjamin jalannya pemerintahan yang efektik tanpa terganggu konflik politik Presiden dan DPR.

President dan Sistem Presidensial
Pemilihan Budiono sebagai Cawapres pendamping SBY, sebelumnya banyak menuai kontroversi dari koalisi partai pendukung. Kontroversi itu lebih terjadi karena SBY tidak memilih pendamping dari koalisi partai politik pendukungnya. Scott Mainwaring (1993) pernah mengingatkan bahwa potensi kebuntuan politik (deadlock) jika presidensialisme dikombinasikan sistem multipartai.
Jika mengikuti logika sistem presidensial, pilihan kepada Boediono juga dimaksudkan untuk menegakkan sistem presidensial. SBY, tampaknya belajar dari pengalaman selama memimpin bersama JK periode 2004-2009. Meski SBY dan JK berhasil menang secara mencolok dalam Pemilu 2004, secara keseluruhan Pemilu 2004 hanya menghasilkan minority government. Menurut Jose A Cheibub (2002),minority government terjadi karena presiden (eksekutif) tidak mengontrol suara mayoritas di lembaga legislatif. Pasalnya, partai politik pendukung awal SBY hanya menjadi minoritas dan hanya mendapat dukungan 68 kursi (12%) di DPR. Karena itu, merangkul semua partai politik (termasuk Partai Golkar) dalam pemerintah koalisi pelangi menjadi pilihan yang terhindarkan bagi SBY demi memperkuat pemerintahannya keluar dari jebakan minority government.
Terkait hal itu, pilihan atas Boediono tampaknya dilakukan SBY untuk memperkuat sistem presidensial, keluar dari jerat kepentingan tawar menawar partai politik dan sebagai antisipasi untuk menghadapi kemungkinan terjadinya perpecahan antara presiden dan wakil presiden, sebagaimana pernah terjadi, dimana dukungan koalisi pelangi kepada pemerintahan di parlemen menjadi terbelah (divided legislatif) dan menghadirkan demokrasi yang tidak stabil karena presiden sangat sulit mendapatkan dukungan politik di parlemen.
Relasi pemerintah dan parlemen yang terkesan bersaing diperparah dengan sikap sejumlah menteri yang berasal dari partai koalisi. Para menteri ini pun lebih menempatkan kepentingan partai ketimbang tugas kenegaraan. Komitmen presiden dan wakil presiden untuk menuntaskan pemerintahan ini sampai akhir kekuasaan juga dilanggar. Bagaimanapun, perpecahan yang terjadi antara presiden dan wakil presiden dapat memperlemah sistem presidensial. Dan sistem presidensial mengandaikan bahwa porsi utama politik diberikan kepada seorang presiden untuk memerintah (govern) dan mengeksekusi kebijakan.
Presidensial dan Koalisi Parlemen
Dalam sistem pemerintahan presidential yang multipartai, koalisi adalah suatu hal yang tidak bisa ditawar-tawar untuk membentuk pemerintahan yang kuat. Hakekat koalisi sendiri adalah untuk membentuk pemerintahan yang kuat (Strong), mandiri (autonomous), dan tahan lama (durable). Karena sistem pemerintahan Indonesia belum bisa dibilang sistem presidensial murni karena masih adanya ruang sistem parlementer dalam pelaksanaanya. Pasca amandemen UUD 1945 memang mengarah pada penguatan sistem presidensial, termasuk dilakukannya pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden. Namun demikian, pergeseran lain juga terjadi, yakni dari heavy di eksekutif menuju legislatif. Dalam banyak hal, otoritas Presiden dalam hal tertentu bergeser ke DPR. Parlemen menjadi sangat kuat, dan bahkan seringkali masuk ke ranah kerja eksekutif. Sementara Presiden tidak punya Hak Veto. Tidak salah kalau dikatakan bahwa sistem pemerintahan memang presidensial tapi memberikan ruang bagi sistem parlementer. Berbeda dengan sistem parlementer, konteks koalisi dalam demokrasi presidensial bukanlah dalam rangka membentuk kabinet. Dalam sistem presidensial, pembentukan kabinet adalah otoritas presiden, walaupun di beberapa negara membutuhkan konfirmasi parlemen. Koalisi dalam konteks presidensial yang dikombinasikan sistem multipartai lebih diperlukan untuk mengefektifkan presidensialisme itu sendiri. Karena itu, persentase dukungan partai politik di parlemen adalah salah satu cara untuk mengokohkan sistem presidensial Indonesia. Pengalaman Pemilu 1999 dan 2004 yang meloloskan begitu banyak partai yang tergabung dalam banyak fraksi telah membuat parlemen begitu gaduh. Kinerja legislasi jauh dari mutu yang diharapkan karena banyaknya kepentingan politik kelompok yang berperan. Kondisi ini diperparah lagi dengan adanya kenyataan bahwa partai pendukung pemerintah tidak mampu menggalang dukungan mayoritas di parlemen. Akibatnya, stabilitas politik menjadi rendah dan berdampak pada tidak optimalnya pemerintah dalam merealisasikan program-programnya. Oleh karenanya, koalisi pilpres dan di parlemen nanti diharapkan dapat meminimalkan risiko “gangguan parlemen” terhadap presiden terpilih dalam menjalankan pemerintahannya. Dengan demikian koalisi adalah rekayasa institusional untuk mengurangi distorsi kombinasi presidensial dan multipartai di satu pihak, dan dalam rangka efektivitas mengokohkan sistem presidensialisme di pihak lain (Syamsudin Haris, 2008). Selain itu koalisi yang dibangun di parlemen dilakukan untuk memperkokoh dan menopang efektifitas kerja kabinet, serta untuk menjamin dukungan mayoritas di parlemen secara permanen, setidaknya untuk 5 tahun.
6. Demokrasi Wewenang dan Hubungan Perlengkapan Negara
Dalam pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 dan sila ke-4 Pancasila, dirumuskan bahwa Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan Dengan demikian berarti demokrasi Pancasila merupakan demokrasi deliberatif. Macam-macam demokrasi pemerintahan yang dianut oleh berbagi bangsa di dunia adalah demokrasi parlementer, demokrasi dengan pemisahan kekuasaan dan demokrasi melalui referendum.
Demokrasi Parlementer itu sendiri adalah suatu demokrasi yang menempatkan kedudukan badan legislatif lebih tinggi dari pada badan eksekutif. Kepala pemerintahan dipimpin oleh seorang Perdana Menteri. Perdana menteri dan menteri-menteri dalam kabinet diangkat dan diberhentikan oleh parlemen. Dalam demokrasi parlementer Presiden menjabat sebagai kepala negara.
Tiga prinsip utama demokrasi;
1. prinsip deliberasi, artinya sebelum mengambil keputusan perlu melakukan pertimbangan yang mendalam dengan semua pihak yang terkait.
2. prinsip reasonableness, artinya dalam melakukan pertimbangan bersama hendaknya ada kesediaan untuk memahami pihak lain, dan argumentasi yang dilontarkan dapat dipertanggungjawabkan secara rasional.
3. prinsip kebebasan dan kesetaraan kedudukan, artinya semua pihak yang terkait memiliki peluang yang sama dan memiliki kebebasan dalam menyampaikan pikiran, pertimbangan, dan gagasannya secara terbuka serta kesediaan untuk mendengarkan.
Demokrasi yang deliberatif diperlukan untuk menyatukan berbagai kepentingan yang timbul dalam masyarakat Indonesia yang heterogen. Jadi setiap kebijakan publik hendaknya lahir dari musyawarah bukan dipaksakan. Deliberasi dilakukan untuk mencapai resolusi atas terjadinya konflik kepentingan. Maka diperlukan suatu proses yang fair demi memperoleh dukungan mayoritas atas sebuah kebijakan publik demi suatu ketertiban sosial dan stabilitas nasional.
• Bidang ekonomi
Demokrasi Pancasila menuntut rakyat menjadi subjek dalam pembangunan ekonomi.Pemerintah memberikan peluang bagi terwujudnya hak-hak ekonomi rakyat dengan menjamin tegaknya prinsip keadilan sosial sehingga segala bentuk hegemonikekayaan alam atau sumber-sumber ekonomi harus ditolak agar semua rakyat memiliki kesempatan yang sama dalam penggunaan kekayaan negara. Dalam implikasi pernah diwujudkan dalam Program ekonomi banteng tahun 1950, Sumitro plan tahun 1951, Rencana lima tahun pertama tahun 1955 s.d. tahun 1960, Rencana delapan tahun dan terakhir dalam Repelita kesemuanya malah menyuburkan korupsidan merusaknya sarana produksi. Hal ini ditujukan untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur sesuai dengan pasal 33 UUD 1945 dan sila ke-5 Pancasila. Maka secara kongkrit, rakyat berperan melalui wakil-wakil rakyat di parlemen dalam menentukan kebijakan ekonomi.
• Bidang kebudayaan nasional
Demokrasi Pancasila menjamin adanya fasilitasi dari pihak pemerintah agar keunikan dan kemajemukan budaya Indonesia dapat tetap dipertahankan dan ditumbuhkembangkan sehingga kekayaan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dapat terpelihara dengan baik. Terdapat penolakan terhadap uniformitas budaya dan pemerintah menciptakan peluang bagi berkembangnya budaya lokal sehingga identitas suatu komunitas mendapat pengakuan dan penghargaan.
7. Rule Of Low
Latar belakang kelahiran Rule of law sendiri adalah diawali oleh adanya gagasan untuk melakukan pembatasan kekuasaan pemerintahan negara. Pemikiran kedua adalah sarana yang dipilih untuk maksud tersebut yaitu Demokrasi Konstitusional pada Negara tersebut dan pemikiran ketiga adalah perumusan yuridis dari Demokrasi Konstitusional yaitu adalah konsepsi negara hukum.
Rule of law sendiri adalah doktrin hukum yang muncul pada abad ke 19, seiring degan negara konstitusi dan demokrasi. Jika ditarik kesimpulan Rule of law adalah konsep tentang common law yaitu seluruh aspek negara menjunjung tinggi supremasi hukum yang dibangun diatas prinsip keadilan dan egalitarian. Rule of law adalah rule by the law bukan rule by the man.
Unsur – unsur rule of law menurut A.V. Dicey terdiri atas :
- Supremasi aturan-aturan hukum.
- Kedudukan yang sama di muka hukum (dalam menghadapi peradilan)
- Terjaminnya hak-hak asasi manusia yang telah diatur oleh undang-undang.
Syarat-syarat dasar untuk terselenggaranya pemerintahan yang demokrasi menurut rule of law adalah:
1) Adanya perlindungan konstitusional.
2) Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak.
3) Pemilihan umum yang bebas.
4) Kebebasan untuk menyatakan pendapat.
5) Kebebasan untuk berserikat/berorganisasi dan beroposisi.
6) Pendidikan kewarganegaraan.
Ada tidaknya rule of law pada suatu negara ditentukan oleh keadaan yang ada pada suatu Negara tersebut, apakah rakyat mendapatkan keadilan yang sama di depan lembaga peradilan, dalam arti perlakuan adil, baik sesama warga negara maupun pemerintah. Adalah Friedman pada tahun 1959 membedakan rule of law menjadi dua yaitu:
Pertama, pengertian secara formal (in the formal sence) diartikan sebagai kekuasaan umum yang terorganisasi (organized public power), misalnya negara.
Kedua, secara hakiki/materiil (ideological sense), lebih menekankan pada cara penegakannya karena menyangkut ukuran hukum yang baik dan buruk. Rule of lawterkait erat dengan keadilan sehingga harus menjamin keadilan yang dirasakan oleh masyarakat.
Rule of law merupakan suatu legalisme sehingga mengandung gagasan bahwa keadilan dapat dilayani melalui pembuatan system peraturan dan prosedur yang objektif, tidak memihak, tidak personal dan otonom.
A. Prinsip-prinsip rule of law secara formal tertera dalam pembukaan UUD 1945:
1. bahwa kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan.
2. kemerdekaan Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur
3. untuk memajukan kesejahteraan umum dan keadilan sosial.
4. disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia.
5. kemanusiaan yang adil dan beradab
6. serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
B. Penjabaran prinsip-prinsip rule of law secara formal termuat didalam pasal-pasal:
1. Negara Indonesia adalah negara hukum (pasal 1 ayat 3)
2. Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggaraakan peradilan guna menegakan hukum dan keadilan (pasal 24 ayat 1)
3. Segala warga Negara bersamaan kedudukanya didalam hokum dan pemerintahan, serta menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya (pasal 27 ayat 1)
4. Dalam Bab X A Tentang Hak Asasi Manusia, memuat 10 pasal, antara lain bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama dihadapan hukum (pasal 28 D ayat 1), dan
5. Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja (pasal 28 D ayat 2).
C. Prinsip-prinsip rule of law secara hakiki (materiil) erat kaitannya dengan
penyelenggaraan menyangkut ketentuan-ketentuan hukum (the enforcement of the rules of law) dalam penyelenggaraan pemerintahan, terutama dalam penegakan hukum dan implementasi prinsip-prinsip rule of law. Berdasarkan pengalaman berbagai Negara dan hasil kajian, menunjukan keberhasilan “the enforcement of the rules of law” bergantung pada kepribadian nasional setiap bangsa itu sendiri (Sunarjati Hartono: 1982). Hal ini didukung kenyataan bahwa rule of law merupakan institusi sosial yang memiliki struktur sosiologis yang khas dan mempunyai akar budayanya yang khas pula. Karena bersifat legalisme maka mengandung gagasan bahwa keadilan dapat dilayani dengan pembuatan sistem peraturan dan prosedur yang sengaja bersufat objektif, tidak memihak, tidak personal dan otonom.
Secara kuantitatif, peraturan perundang-undangan yang terkait rule of law telah banyak berhasil di Negara ini akan tetapi implementasinya belum mencapai hasil yang optimal, sehingga rasa keadilan sebagai perwujudan pelaksanaan rule of law belum dirasakan dimasyarakat.
D. Pelaksanaan dan Pengembangan Rule of Law
Agar pelaksanaan rule of law bias berjalan dengan yang diharapkan, maka keberhasilan “the enforcement of the rules of law” harus didasarkan pada corak masyarakat hukum yang bersangkutan dan kepribadian masing-masing setiap bangsa.Rule of law yang merupakan intitusi sosial harus didasarkan pada budaya yang tumbuh dan berkembang pada bangsa. Rule of law sebagai suatu legalisme yang memuat wawasan sosial, gagasan tentang hubungan antar manusia, masyarakat dan negara, harus ditegakan secara adil juga memihak pada keadilan. Untuk mewujudkannya perlu hukum progresif (Setjipto Raharjo: 2004), yang memihak hanya pada keadilan itu sendiri, bukan sebagai alat politik atau keperluan lain. Asumsi dasar hukum progresif bahwa ”hukum adalah untuk manusia”, bukan sebaliknya. Hukum progresif memuat kandungan moral yang kuat.
Contoh: Indonesia adalah salah satu Negara terkorup di dunia (Masyarakat Transparansi Internasional: 2005).
Beberapa kasus dan ilustrasi dalam penegakan rule of law antara lain:
- Kasus korupsi KPU dan KPUD.
- Kasus illegal logging.
- Kasus dan reboisasi hutan yang melibatkan pejabat Mahkamah Agung (MA).
- Kasus-kasus perdagangan narkoba dan psikotripika.
- Kasus perdagangan wanita dan anak.
Rule of law sangat diperlukan untuk Negara seperti Indonesia karena akan mewujudkan keadilan. Tetapi harus mengacu pada orang yang ada di dalamnya yaitu orang-orang yang jujur tidak memihak dan hanya memikirkan keadilan tidak terkotori hal yang buruk. Ada tidaknya rule of law pada suatu negara ditentukan oleh “kenyataan”, apakah rakyat menikmati keadilan, dalam arti perlakuan adil, baik sesame warga Negara maupun pemerintah. Sebagai warga negara kita haruslah menjunjung tinggi hukum dan kaidah-kaidahnya agar terselenggara keamanan, ketentraman, dan kenyamanan. Pelajari Undang-Undang 1945 beserta nilai-nilainya dan jalankan apa yang jadi tuntutanya agar tercipta kehidupan yang stabil. Dalam suatu penegakan hukum disuatu Negara maka seluruh aspek kehidupan harus dapat merasakannya dan diharapkan semua aspek tersebut mentaati hukum, maka akan terjadilah pemerintahan dan kehidupan Negara yang harmonis, selaras dengan keadaan dan sesuai dengan apa yang diharapkan yaitu kemakmuran Bangsa.

Rating: 0.0/10 (0 votes cast)
Rating: 0 (from 0 votes)
Popularity: 1% [?]
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/06/demokrasi-bangsa/

Kepahlawanan Imam Bonjol Dan Tambusai Digugat
Demikian tercermin dalam paparan seorang ahli sejarah Mandailing, Basyral Hadi Harahap dalam seminar dengan tema Holong Mangalap Holong, Prinsip Dakwah Masyarakat Mandailing, di kampus Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri Sumatera Utara, Medan pada hari Kamis tanggal 17 November 2007. WASPADA Online

Oleh H. Kosky Zakaria

Demikian tercermin dalam paparan seorang ahli sejarah Mandailing, Basyral Hadi Harahap dalam seminar dengan tema Holong Mangalap Holong, Prinsip Dakwah Masyarakat Mandailing, di kampus Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri Sumatera Utara, Medan pada hari Kamis tanggal 17 November 2007. Saya terperangah mendengarkan pernyataan ahli sejarah Mandailing ini, pengangkatan Tuanku Imam Bonjol dan Tuanku Tambusai sebagai Pahlawan Nasional dipertanyakan. Bagi orang Minang para pahlawan Perang Paderi adalah tokoh Minang jua yang perlu dihormati dan disanjung sebagai orang-orang yang telah berjuang melawan penjajahan Belanda.

Bermula, seorang pemuka masyarakat Mandailing, Pandapotan Nasution, SH sebagai narasumber pada seminar itu di atas menanggapi paparan Basyral Hadi yang bersumber dari bukunya, Greget Tuanko Rao. Bagi saya, sebagai salah seorang peserta seminar, yang menarik ialah apa yang dikemukakan Basyral Hadi dalam bukunya itu di atas, khususnya menyangkut Tuanku Imam Bonjol dan Tuanku Tambusai sebagai Pahlawan Nasional, tulisan mana ditanggapi oleh Pandapotan Nasution.

Jiwa Kepahlawanan
Basyral menulis dalam bukunya, sebagaimana dapat dibaca pada halaman 106 di bawah judul: 'Kita Bertanya'. Basyral menulis: Kita juga bertanyatanya tentang apakah ada patriotisme pada diri Tuanku Imam Bonjol dan Tuanku Tambusai? Pertanyaan ini timbul dari kenyataan, dua petinggi Paderi itu telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat Republik Indonesia sebagai Pahlawan Nasional. Kita bertanya di manakah jiwa kepahlawanan seorang yang telah banyak membunuh, menculik kaum perempuan untuk dijual sebagai budak atau dijadikan gundik di kalangan bangsa sendiri? Kita bertanya, apakah seseorang yang menginjak-injak harkat dan martabat bangsa sendiri pantas menjadi pahlawan? Pandapotan Nasution berpendapat, tidaklah dapat diyakini Paderi melakukan tindakan teror karena mereka adalah penganut agama Islam. Islam adalah agama yang membawa kedamaian, mungkinkah mereka melakukan perbuatan sekeji itu? Bisa jadi, menurut Pandapotan, bahwa tuduhan itu dibenarkan oleh Basyral karena leluhurnya adalah korban kekejaman Tuanku Tambusai.

Demikian pula halnya dengan Tuanku Imam Bonjol, sebagaimana pernah diketahui oleh Pandapotan dan juga disebutkan dalam buku-buku sejarah, Imam Bonjol bukan menyerah tetapi ditipu oleh Belanda dengan dalih diajak berunding, lalu kemudian ditangkap. Lebih lanjut Pandapotan mengemukakan, Tuanku Imam Bonjol dan Tuanku Tambusai haruslah ditinjau menurut perspektif zamannya. Waktu itu belum ada nasionalisme. Belum ada bangsa Indonesia, yang ada waktu itu, adalah bangsa Minangkabau, bangsa Mandailing, bangsa Jawa, bangsa Aceh, dan sebagainya. Kita pun bukan warganegara, tapi Bumi Putera (Inlander). Penduduk jajahan Belanda ini terbagi atas tiga golongan, yaitu Eropa, Timur Asing, dan Inlander atau Bumi Putera. Bangsa di sini dalam pengertian etnis, bukan nation. Karena itu, kata Pandapotan, 'kita tidak perlu mempertanyakan kepahlawanan Imam Bonjol dan Tambusai. Mereka sudah diakui sebagai Pahlawan Nasional. Sebagai salah seorang yang berasal dari Minang, saya terusik juga apa yang dikemukakan Basyral Hadi dalam bukunya, Greget Tuanku Rao. Saya mengemukakan, Tuanku Imam Bonjol, Tuanku Tambusai, dan para pahlawan Perang Paderi lainnya, adalah pahlawan Minangkabau sebagaimana dapat dibaca dalam buku-buku pelajaran sejarah semenjak saya bersekolah di Sekolah Rakyat (sekarang Sekolah Dasar). Dalam bukunya, Basyral Hadi bertanya apakah ada patriotisme pada diri Tuanku Imam Bonjol dan Tuanku Tambusai?

Buktikan
Walaupun saya hadir di seminar itu dan tidak memiliki buku Greget Tuanku Rao dan waktu yang tersedia sedikit saja, saya ingin mendalami lebih lanjut sekitar Tuanku Imam Bonjol dan Tuanku Tambusai, sebagaimana diulas Pandapotan Nasution (lihat kutipan tulisan miring). Perlu ditanyakan Basyral Hadi apakah ada patriotisme pada diri Tuanku Imam Bonjol dan Tuanku Tambusai. Saya ungkapkan di sini (mudah-mudahan dibaca oleh Basyral), sikap patriotisme Imam Bonjol dan Tambusai, jangan dilihat sebagai akibat dari gelar Pahlawan Nasional dari Pemeritah. Lihatlah patriotisme ini sebagai landasan berpijak Imam Bonjol dan Tambusai serta para pejuang Perang Paderi yang memperlihatkan sikap kecintaan membela tanah air mereka (kebetulan mereka berada di wilayah Minangkabau dan sebagian wilayah Mandailing) berdasarkan sikap seorang Islam sejati. Para pejuang Paderi tidak ingin Belanda memperbudak kaum 'inlander' terutama di Minangkabau dan di Mandailing.

Seandainya Basyral mempertanyakan 'patriotisme' Imam Bonjol dan Tambusai, saya bertanya pula, 'mengapa sekarang, kenapa tidak dulu-dulu sewaktu penulis buku ini menemukan bukti-bukti sahih tentang kepatriotismean Imam Bonjol dan Tambusai?' Kenapa pertanyaan 'patriotisme' tidak ditujukan kepada panitia pemberian gelar-gelar kepahlawanan, kepada Pemerintah RI? Buktikan alasannya. Kalau respons Pemerintah RI tidak ada, mengapa Bung Basyral tidak membeberkan melalui media massa, agar semua orang tahu bahwa mungkin saja menurut pendapat Bung Basyral, Imam Bonjol dan Tambusai 'tidak pantas' diberi gelar Pahlawan Nasional. Kalau ingin meluruskan sejarah, sekaranglah saatnya Bung Basyral tampil ke depan, siapa tahu Bung Basyral akan diangkat pula sebagai 'Pahlawan Pelurusan Sejarah Bangsa Indonesia'.


Akhirnya, sebagaimana disampaikan oleh Basyral Hadi Harahap di seminar di atas, Tuanku Imam Bonjol bukan ditipu kemudian ditangkap Belanda, tetapi direkayasa seolah-olah Imam Bonjol ditangkap kemudian diasingkan atau dibuang ke Manado, Sulawesi Utara. Imam Bonjol telah melakukan pembicaraan rahasia dengan Belanda melalui penghubung. Kalau memang demikian halnya sebagaimana digambarkan dalam buku Basyral, sudah terjadi rekayasa bahwa Imam Bonjol 'ditangkap' Belanda, seyogyanyalah bukti-bukti otentik yang dimiliki oleh Basyral dibuka agar terdapat suatu pelurusan sejarah. Sebagai salah seorang suku Minang, Imam Bonjol di mata orang Minang adalah pahlawan besar, idola masyarakat, mencontoh Imam Bonjol bagaimana ia berjuang bersama pasukan Paderi mengusir penjajah Belanda dan sekaligus juga berjuang di jalan yang diridhoi oleh Allah SWT. Janganlah hendaknya harkat dan martabat orang Minang runtuh karena ungkapan Basyral yang tidak mengandung kebenaran. Buktikanlah, Basyral bicara benar.


Para ahli sejarah kiranya perlu menggali kebenaran yang diungkapkan oleh Basyral Hadi Harahap dalam bukunya itu. Bagi Basyral sendiri, ia harus berani mensosialisasikan temuan-temuannya yang dituliskannya dalam bukunya, khususnya yang menyangkut Tuanku Imam Bonjol, Tuanku Tambusai, bahkan secara umum para pejuang Paderi. Beranilah bicara di depan media massa agar bangsa ini tidak terjerumus pada ketidakpastian mengenai kepahlawanan seseorang. Pemerintah perlu mendalami sejarah Perang Paderi karena para petingginya telah dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional. Sejarah perlu diluruskan. Saya bukan ahli sejarah, tetapi merasa terpanggil untuk ikut mengkomunikasikan sejarah bangsa ini.







Sumber : http://www.waspada.co.id/i
Diposkan oleh Muhammad Kadar di 07:52

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEH HIJAU MINUMAN ALAMI (Esai 800 kata)

TEH ROSELLA KAYA MANFAAT (esai 1500 kata)

MAKALAH KEPEMIMPINAN OTOKRATIS